Ada banyak kamera yang ditawarkan oleh perusahaan pembuat peralatan fotografi kepada konsumen yang ingin memotret burung. Sebagai seorang pemandu turis, saya sering melihat dan bahkan mencoba bermacam tipe kamera milik para wisatawan yang pernah saya layani. Secara garis besar, kamera untuk memotret satwa liar terbagi atas dua jenis:
Beli:
- Kamera D-SLR dan mirrorless dengan lensa telefoto extra dispersion. Canon dan Nikon mendominasi pasaran dengan berbagai produknya seperti Canon 5D Mark III atau Nikon D500.
- Kamera Bridge dengan lensa super-telefoto. Produk terbaru di lini ini adalah Nikon P1000 yang memiliki zoom hingga 125×, setara dengan lensa 3.000 mm dalam format 35 mm. Ada juga Nikon P900 dengan kekuatan zoom 83× atau sekitar 2.000 mm. Kamera-kamera ini cocok untuk memotret burung. Canon masih belum meluncurkan produk terbarunya dan masih bertahan dengan Canon SX60HS dan SX70HS. Fujifilm pernah memiliki produk andalannya yakni HS50EXR dengan zoom 42x yang setara 1.000 mm. Sayang sekali, mereka tidak meluncurkan produk terbaru dengan ukuran sensor 1/2 inch atau lebih.
Kamera bridge seperti Nikon P900, Nikon P1000, Canon SX70HS dengan sensor 1/2.3 inch adalah pilihan yang tepat bagi para mengamat burung yang bukan fotografer serius. Panasonic Lumix FZ2500 dan Sony RX10 IV memiliki sensor yang lebih besar yakni 1 inch. Kamera-kamera ini dikembangkan untuk para pengamat burung yang memerlukan peralatan fotografi dengan lensa zoom yang dapat menjangkau burung atau satwa seperti pepohonan yang tinggi atau di kejauhan.
Kamera bridge generasi lama yang sudah tidak diproduksi lagi adalah Fujifilm HS50EXR. Kamera ini cukup bagus untuk memotret burung.
Ada juga kamera D-SLR yang dipasangi lensa telefoto seperti Sigma 150-600 mm sport atau Tamron 150-600 mm G2. Untuk spesifikasi minimum, saya pakai Canon 200D. Sebenarnya lensa - lensa tersebut lebih seimbang jika menggunakan Nikon D500. Saya rekomendasikan Canon 5D Mark III agar hasil pemotretan menjadi sangat baik. Tentu saja semua saran tersebut bukan harga mati karena setiap fotografer perlu menyesuaikan diri dengan kondisi keuangan yang ia miliki.
Sebagai contoh, di atas ini adalah foto burung Wompoo Fruit Dove (Ptilinopus magnificus) yang saya buat menggunakan Canon 200D dan lensa Tamron 150-600 mm G2. Burung ini sedang mengerami telur di sarang yang berada kurang lebih 2 meter di atas tanah pada sebuah cabang pohon kecil. Di atas sarang yang terbuat dari ranting-ranting, ada banyak daun di atasnya. Burung ini nyaris tak terlihat saat saya melewatinya. Kondisi cahaya yang lemah membuat pemotretan terhadap burung Wompoo Fruit Dove menjadi agak sulit. Agar tidak mengganggu burung tersebut, saya mendekatinya secara perlahan hingga jarak kurang lebih 5 meter. Setelah itu, saya menembak burung tersebut beberapa kali. Saya mencoba beberapa setting. Karena kurangnya cahaya, dial kamera di posisi A adalah pilihan yang cocok. Tapi, tangan saya harus sangat stabil saat memegang kamera supaya foto yang dihasilkan, cukup terang dan tajam.
Untuk fotografer yang memiliki uang lebih, mereka bisa mempertimbangkan pembelian Nikon D500 atau D850 dengan lensa Nikon AF-S FX Nikkor 200-500mm f/5.6 E ED Vibration reduction zoom lens with Auto Focus. Pilihan lain adalah Lensa Sigma 150-600mm sport.
Teropong pengamatan burung yang saya rekomendasikan:
Digiscoping
Ini adalah salah satu cara umum dipakai oleh para pengamat burung yang memiliki spotting scope. Agar hasil pemotretannya baik, spotting scope yang dipakai haruslah yang berkualitas tinggi seperti Swarovski, Leica, Zeiss, Kowa TSN-883, Nikon. Belakangan ini, binocular juga bisa dipakai untuk memotret burung
Di belakang spotting scope atau binocular, para pengamat burung memasang adapter yang berguna sebagai penahan kamera. Rata-rata kamera saku bisa digunakan untuk keperluan tersebut. Ada juga yang menggunakan kamera D-SLR untuk keperluan digiscoping. Teknologi telepon genggam berkembang sangat cepat. Resolusi kamera ponsel semakin baik. Adjustable Adapter juga yang bisa disesuaikan dengan ponsel atau kamera yang berbeda-beda sekarang tersedia di pasaran dan bisa dibeli langsung atau lewat toko online.
Meskipun digiscoping memiliki keunggulan dalam fleksibilitas penggunaan berbagai jenis kamera saku atau ponsel yang berbeda-beda. Sistem ini tidak bisa digunakan untuk memotret burung atau satwa liar yang sedang bergerak cepat. Jadi perangkat digiscoping system hanya cocok buat pemotretan burung yang sedang bertengger di pohon. Burung yang sedang terbang di udara tidak bisa dengan mudah dipotret dengan digiscoping system.
Pengeditan Foto
Sering kita dapat bahwa hasil pemotretan tidak maksimal. Foto burung, satwa, bunga atau subyek tertentu yang kita buat kadang nampak terlalu gelap, kabur, composisi warnanya tidak bagus atau posisi subyeknya tidak mengikuti aturan sepertiga (1/3) dalam fotografi. Foto-foto tersebut bisa diedit menggunakan Adobe Photoshop, Gimp di komputer desktop dan laptop atau menggunakan aplikasi PhotoDirector, Aviary, Pixlr di ponsel atau tablet berbasis Android. Artikel ini ditulis oleh: Charles Roring.