Monday, September 28, 2020

Burung Cendrawasih Wilson

Nama Diphyllodes respublica diberikan oleh Charles Lucien Bonaparte, seorang keponakan dari Napoleon yang adalah pendukung sejati republik. Ada kecenderungan umum di kalangan para zoologist pada masa itu untuk memberi nama pada spesies baru menurut nama raja, ratu, atau bangsawan tertentu. Ia tidak setuju dengan hal tersebut. Sebagai gantinya, burung surga asal Raja Ampat ini diberi nama ilmiah seperti yang tertulis di atas. Burung Cendrawasih Wilson atau Cendrawasih Botak adalah salah satu spesies burung surga yang hidup di Kepulauan Raja Ampat bagian utara terutama di Waigeo, Gam dan Batanta. 

Ekowisata pengamatan burung di Raja Ampat
Cendrawasih Wilson

Tubuhnya kecil, yang dewasa sekitar 16 centimeter. Yang jantan memiliki punggung sayap berwarna merah, tengkuk kuning, kulit kepala biru bergaris hitam dan dada yang berwarna hijau tua kegelapan. Ada dua antena melingkar di ekornya. Yang betina warnanya coklat biasa dengan dada krem bergaris coklat kehitaman. 

Burung ini hidup jauh di dalam hutan hujan tropis Raja Ampat. Perilakunya mirip dengan Cendrawasih Belah Rotan yang hidup di hutan pegunungan menengah di daratan utama Tanah Papua. Mereka sama-sama membuat tempat memikat betina di menggunakan tanaman kecil di dekat tanah sebagai tempatnya bertengger. 

Cendrawasih Burung Surga
Cendrawasih Wilson jantan sedang memanggil-manggil pasangan betinanya

Burung Cendrawasih Wilson membersihkan tanah dari daun dan ranting yang jatuh lalu memanggil-manggil pasangan betinanya untuk kawin. Kalau sang betina sudah datang, ia akan menggoyang-goyangkan antena di ekornya, melompat dari tanaman tongkat yang satu ke tongkat lain sambil memamerkan keindahan bulunya yang berwarna-warni.

Burung Cendrawasih Wilson telah menjadi daya tarik ekowisata yang penting di Kepulauan Raja Ampat. Banyak sekali wisatawan pengamat burung yang telah berkunjung ke sana. Mereka datang dari berbagai negara baik Eropa, Inggris, Australia, dan Amerika serta Asia. Meskipun di pinggir hutan Waigeo tidak ada hotel berbintang 5, warga setempat dan para pengusaha di Raja Ampat telah membangun akomodasi yang cukup memadai terutama di Pulau Waigeo, Gam dan Batanta. Ada homestay dengan kualitas kamar standard dan ada juga resort dengan kualitas kamar ber AC yang lebih nyaman. Lokasi pengamatan burung Wilson agak jauh ke dalam hutan, wisatawan perlu berjalan kaki atau menggunakan kendaraan 4 WD. Ada sebuah lokasi pengamatan burung Wilson di bagian selatan pulau Waigeo yang agak terpencil. Untuk menjangkaunya, wisatawan perlu naik perahu motor selama kurang lebih 20 menit dari kampung Saporkren kemudian dilanjutlan dengan jalan kaki selama 1 jam.

Ekowisata di Raja Ampat
Pemandangan di Raja Ampat

Peralatan Pengamatan Burung dan Fotografi

Untuk mengamati burung-burung tropis di hutan Papua, biasanya para pengamat burung menggunakan binokular (teropong dua tabung lensa). Ukuran yang umum dipakai adalah 8×42 mm, 10×42mm jenis prisma roof. Binokular untuk pengamatan burung yang terkenal kualitasnya adalah yang bermerek Leica, Swarovski, Zeiss, Nikon, Vortex Viper HD, Bushnell, dan lain-lain. Teropong yang berkualitas tinggi biasanya menggunakan lensa extra low dispersion, kedap air, ruang tabung diisi gas nitrogen, serta prisma Bak 4, serta cat multi lapisan pelindung lensa yang mencegah silau.

Di samping binokular, peralatan fotografi sering juga dibawa oleh wisatawan. Kamera D-SLR, dengan lensa telefoto seperti Sigma 150-600mm sport adalah pilihan yang baik. Tapi peralatan ini perlu tripod sebagai penstabil kamera. Karena berat dan banyak memakan tempat, banyak wisatawan pengamat burung memilih membawa kamera point and shoot seperti Nikon P1000 atau Nikon P900. Beberapa tahun lalu, saya menggunakan kamera Fujifilm HS50EXR. Meskipun bukan merupakan yang terbaik di pasaran, setidaknya saya bisa membuat gambar Cendrawasih Wilson yang baik untuk keperluan identifikasi dan penulisan jurnal ekowisata pengamatan burung di blog ini. 

Selama berada di Raja Ampat, wisatawan bisa juga melihat banyak burung yang lain serta jalan-jalan menggunakan speedboat untuk melihat kepulauan Raja Ampat yang indah dan permai.  Ditulis oleh Charles Roring.

Thursday, September 17, 2020

Cendrawasih Kuning Kecil

Cendrawasih Kuning Kecil atau yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Lesser Birds of Paradise (Paradisaea minor) adalah salah satu spesies burung surga yang hidup di hutan dataran  dan pegunungan rendah dari Tanah Papua. Burung ini dikenal luas oleh masyarakat karena memiliki bulu yang indah kuning keemasan, putih, coklat serta hijau sehingga menjadikannya sebagai salah satu burung tercantik di dunia. Di wikipedia, menurut IUCN status burung ini adalah least concern yang artinya tidak terlalu memprihatinkan. Memang benar bahwa populasi Cendrawasih Kuning Kecil masih banyak di alam karena sebarannya bisa ditemukan di hampir semua wilayah hutan hujan tropis Papua dan Papua Barat dari wilayah Vogelkop, Bomberai, Kaimana, Nabire, Yapen Waropen, Sarmi, Jayapura; hingga ke kawasan utara Papua New Guinea. 

Burung Cendrawasih Kuning Kecil atau Lesser Birds of Paradise (Paradisaea minor)
Burung Cendrawasih Kuning Kecil di hutan Susnguakti Manokwari

Meskipun masih banyak, populasi burung Cendrawasih Kuning Kecil (Paradisaea minor) mengalami tekanan yang semakin besar. Habitat asli dari Cendrawasih adalah hutan hujan tropis. Di berbagai tempat di Tanah Papua, hutan tersebut ditebang dan lahannya dialihfungsikan menjadi lokasi perkebunan monokultur kakao, kelapa sawit, pala, kebun pertanian hortikultura, wilayah pemukiman penduduk dan perkantoran maupun gedung milik pemerintah dan swasta, lokasi konsesi tambang, hingga jalan raya. 

Hilangnya habitat dan masih adanya perburuan liar merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya penurunan populasi burung Cendrawasih Kuning Kecil dan burung-burung tropis Papua secara drastis. 

Lesser Birds of Paradise (Paradisaea minor)
Cendrawasih Kuning Kecil (Paradisaea minor) Jantan di hutan Susnguakti Manokwari

Pertambahan jumlah penduduk, serta aktivitas ekonomi di bidang logging, agrobisnis, agroindustri dan pertambangan telah menyebabkan pembukaan lahan hutan secara besar-besaran. Meskipun pembukaan lahan tidak dapat dicegah 100%, hal ini bisa ditekan lewat perencanaan wilayah yang hati-hati. Desain tata ruang, dan desain  tapak yang komprehensif diperlukan oleh para pengambil kebijakan dalam pembangunan untuk menyelaraskan kebutuhan pembukaan lahan bagi berbagai kepentingan manusia dengan upaya pelestarian hutan hujan tropis yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri. 

Teknologi informasi yang berkembang sangat cepat diiringi dengan ketersediaan peralatan fotografi yang semakin canggih dengan harga yang lebih terjangkau telah memungkinkan setiap orang yang berkunjung ke hutan hujan tropis di Tanah Papua untuk memotret dan membuat video tentang satwa burung yang indah ini. Hasil pemotretan dan perekaman video tersebut kemudian dibagikan ke media sosial, blog dan website di dunia maya. Ternyata foto dan video dari burung surga tersebut menarik minat banyak sekali pengamat burung dan pencinta alam untuk datang ke Tanah Papua guna menyaksikannya secara langsung. 

wisatawan Spanyol lagi nonton Cendrawasih
Wisatawan Spanyol nonton burung di Manokwari

Kedatangan para wisatawan pencinta alam ini semakin membantu penyebaran informasi mengenai keberadaan burung Cendrawasih Kuning-Kecil dan kekayaan keanekaragaman hayati di Tanah Papua ke masyarakat internasional yang terhubung ke dunia maya. Ekowisata pengamatan burung yang tadinya kecil sekarang telah berubah menjadi sebuah kekuatan ekonomi yang ikut membantu pemerintah untuk mendatangkan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus membantu masyarakat melestarikan alamnya sendiri.

Menurut laporan US Fish and Wildlife Service, Pengamatan burung adalah salah satu aktivitas outdoor tercepat di Amerika. Trend ini terjadi juga di berbagai wilayah lain termasuk di Asia, Eropa dan Amerika Serikat. Ini adalah peluang ekonomi strategis bagi berbagai negara yang memiliki hutan.

Ekowisata pengamatan burung dan satwa liar sudah berkembang sejak akhir tahun 1990an di Tanah Papua. Jumlah lokasi pengamatan burung semakin bertambah. Di Provinsi Papua Barat beberapa nama tempat yang cocok untuk dikunjungi wisatawan pengamat burung dan satwa liar:

  • Hutan Cagar Alam Pegunungan Wondiboi, dan Hutan Dataran Rendah di Distrik Naikere di Kabupaten Teluk Wondama.
  • Hutan Susnguakti, Hutan Soyti di Kwau, Hutan Syioubri, Hutan Susnguakti di Manokwari;
  • Hutan Ayapokiar, Hutan Ases dan Gunung Sakofsiah, serta sekitar kota Fef, Hutan Weyos di Kabupaten Tambrauw;
  • Hutan Malagufuk, Kampung Klatomok, dan Malaumkarta Raya di Kabupaten Sorong;
  • serta Pulau Waigeo di Raja Ampat (bukan habitat Cendrawasih Kuning Kecil, tapi ada Cendrawasih Merah)
Aksesibilitas ke berbagai lokasi pengamatan burung menjadi faktor penentu keberhasilan program ekowisata di wilayah-wilayah tersebut.
Di samping itu juga, ketersediaan akomodasi yang memadai dapat mempercepat peningkatan jumlah kunjungan wisata ke lokasi-lokasi hutan tersebut di atas. Namun demikian akomodasi bukan merupakan faktor yang sangat vital. Lokasi wisata pengamatan burung di hutan Susnguakti, misalnya, tidak memiliki fasilitas guesthouse yang memadai. Namun demikian, jumlah wisatawan yang telah berkunjung ke sana sudah mencapai ratusan orang. Persentase wisatawan asing yang hutan Susnguakti adalah 99%. 
Tourist basecamp in Susnguakti forest of Manokwari
Basecamp untuk wisatawan di Hutan Susnguakti Manokwari
Kisah sukses program ekowisata terjadi juga di Lembah Klasow. Dua kampung yang sudah dikunjungi wisatawan asing adalah Klatomok dan Malagufuk. Di sini, spesies burung-burung surga lainnya seperti Magnificent Riflebird, King Bird of Paradise, Twelve-wired Bird of Paradise, Glossy Mantled Manucode bisa ditemukan. 
Sebenarnya ekowisata pengamatan burung tidak hanya terbatas pada pengamatan burung Cendrawasih saja. Semua burung tropis yang ada di hutan Papua baik untuk diamati. 
Tanah Papua adalah surga bagi burung-burung tropis. Dari yang kecil seperti Tit Berrypecker di Pegunungan Arfak dan yang paling besar seperti Northern Cassowary di Hutan Kampung Malagufuk dan Kampung Klatomok merupakan daya tarik ekowisata yang patut kita jaga bersama. 
Untuk bisa menyaksikan secara langsung burung-burung tropis yang indah ini, wisatawan perlu terbang ke Papua Barat. Ada dua kota yang bisa dituju yakni Manokwari dan Sorong. Batik dan Sriwijaya adalah airline yang bisa melayani kedua kota tersebut. Wisatawan pengamat burung internasional kebanyakan lebih memilih Manokwari karena wisatawan bisa mengamati burung di dataran rendah, hingga ke Pegunungan Tinggi sehingga spesies yang bisa dilihat menjadi lebih bervariasi. 
kota Manokwari di Papua Barat, Indonesia
Manokwari
Selain berwisata ke hutan untuk menonton burung dan satwa liar, wisatawan bisa menikmati aktivitas wisata bahari. Ada terumbu karang yang bisa dilihat di pesisir pantai dengan bermacam-macam jenis ikan. Sebagai ibu kota Provinsi Papua Barat, ada puluhan hotel di kota ini dari yang harga murah hingga yang mahal. Ada juga banyak toko, restoran dan rumah makan. Oleh karena itu wisatawan tidak akan menemui banyak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan mereka selama berlibur di Manokwari.
Pada akhirnya, semua hingar-bingar industri pengamatan burung dan satwa liar di Papua Barat haruslah membawa kesejahteraan bagi masyarakat lokal pemilik hutan. Jika mereka bisa mendapat pekerjaan dan penghasilan dari program ekowisata ini, niscaya kicauan Cendrawasih Kuning Kecil dan nyanyian burung-burung surga di Tanah Papua akan terus terdengar sampai ke akhir zaman. Ini ditulis oleh: Charles Roring.
Baca juga:

Sunday, September 13, 2020

Cendrawasih Raja

Burung Cendrawasih Raja memiliki ukuran yang agak kecil dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain seperti Lesser Birds of Paradise, Twelve-wired Bird of Paradise, Western Parotia, Long-tailed Paradigala, dan lain-lain. Burung ini memiliki bulu di sayap, punggung dan kepala yang berwarna merah. Dadanya ada buku berbentuk perisai berwarna hijau. Bagian bawah dada, perut hingga buntutnya berwarna putih. Burung Cendrawasih Raja memiliki 2 antena dengan bulatan hijau di ekornya. Paruhnya kuning oranye.
Karena ia sering dilihat orang sedang hinggap di sela-sela tanaman tali atau rotan yang menggantung di pepohonan maka ia agak sulit dilihat.
Burung Cendrawasih Raja di hutan Susnguakti, Papua Barat
Cendrawasih Raja / King Bird of Paradise (Cicinnurus regius)
Cendrawasih Raja hidup di pohon yang ada tali-tali rotan menggantung dan melilit batang utama maupun cabang-cabangnya. Kebanyakan di satu pohon berukuran sedang hanya ada 1 ekor jantan. Ia akan berteriak memanggil pasangan betinanya untuk kawin di pagi hari dari sekitar jam 8 hingga 11 siang dan di sore hari kira-kira jam 14.30 - 16.00. Jika burung-burung betina yang datang ke sebuah pohon ada beberapa ekor, hal ini akan membuat Cendrawasih Raja yang ada di beberapa pohon lain di sekitarnya menjadi cemburu. Mereka akan datang ke pohon tersebut untuk mengejar para betina itu.
Cendrawasih Raja
Cendrawasih Raja di hutan hujan tropis
Cendrawasih Raja jantan yang menjadi tuan rumah di pohon tersebut akan marah dan mengusir jantan-jantan lain pesaingnya tersebut. Maka hal yang tak diinginkan pun terjadi, yakni, perkelahian dan kejar-kejaran di antara mereka.
Di sinilah hukum alam berlaku, siapa yang kuat maka ia akan bertahan. 
Wisata Nonton Burung Cendrawasih
Di Tanah Papua, ada banyak tempat yang bisa dikunjungi khususnya untuk wisatawan yang ingin menonton burung-burung Cendrawasih. 
Wisata Bird watching di Pegunungan Tambrauw
Wisata Prancis di hutan Tambrauw

Di Kabupaten Sorong, hampir semua lokasi hutan dataran rendah dan pegunungan rendah, ada burung Cendrawasih Raja. Beberapa kampung yang bisa dikunjungi antara lain: Malaumkarta, Klatomok, Malagufuk, Asbaken, memiliki habitat burung tersebut dan burung tropis lainnya. ada banyak tempat yang bisa dikunjungi untuk 

Di Kabupaten Tambrauw, burung ini hidup di sepanjang kawasan pesisir terutama di hutan dataran rendah hingga pegunungan rendah dari Mega, Sausapor, Werur, Saubeba, Jen Womom, Weyos, Waibeem, Wau, dan sekitarnya hingga ke Imbuan dan Distrik Saukorem.
Di Manokwari, salah satu lokasinya adalah di Hutan Susnguakti yang terletak sekitar 1 jam perjalanan dengan kendaraan roda 4 dari Manokwari, ditambah lagi 1 jam jalan kaki naik gunung. 
Di hutan ini ada beberapa spesies burung surga seperti Cendrawasih Kuning Kecil, Cendrawasih Raja, Cendrawasih Dada Biru/ Toowa Cemerlang, Glossy-mantled Manucode, dll. 
Wisatawan memerlukan teropong (binocular) jika ingin menontonnya. Untuk kamera, Canon SX70HS atau Sony H400 adalah pilihan yang cocok dengan harga yang cukup terjangkau.
Baca juga: 

Sunday, September 6, 2020

Burung-Burung Surga

Burung surga atau yang umumnya dikenal dengan sebutan Cendrawasih memiliki warna bulu indah sekali. Yang paling banyak dipublikasikan di media sosial saat ini adalah Cendrawasih Kuning Kecil (Paradisaea minor). Kita bisa melihat foto, gambar atau ornamennya di mana-mana, baik di baliho para politisi, baju batik Papua, atau di berbagai logo organisasi, maupun perusahaan di dalam dan di luar Tanah Papua. 
Burung Surga Kuning Kecil
Cendrawasih Kuning Kecil (Paradisaea minor)

Burung Cendrawasih Kuning Kecil (Lesser Birds of Paradise) ini hidup di daerah dataran rendah hingga pegunungan rendah dari wilayah vogelkop sampai ke Nabire, wilayah Yapen Waropen, Sarmi, Jayapura sampai kawasan utara Papua New Guinea. Karena sebarannya yang luas sekali maka burung ini poluler di Tanah Papua. Foto Cendrawasih di atas, saya buat di hutan Susnguakti Manokwari.
Sebenarnya ada 42 spesies burung surga yang dikenal dalam ilmu pengetahuan. Tidak semuanya memiliki warna kuning emas seperti Cendrawasih Kuning Kecil. Namun setiap spesies cendrawasih yang ada dalam keluarga besar burung surga (birds of paradise) memiliki keunikannya sendiri-sendiri. Berikut ini adalah sebagian kecil spesies yang sempat saya potret ketika menjelajah hutan hujan tropis Papua bersama wisatawan.
Cendrawasih Merah (Red Bird of Paradise)
Burung Surga Merah dari Raja Ampat

Red Bird of Paradise (Cendrawasih Merah) ini mirip dengan burung Cendrawasih Kuning Kecil. Tapi Red BOP hidup di Kepulauan Raja Ampat terutama di Waigeo, Gam dan Batanta serta beberapa pulau yang berdekatan di satu kawasan tersebut. 
Western Parotia di Pegunungan Arfak
Western Parotia (Parotia sefilata)
Burung Western Parotia, misalnya, meskipun tidak memiliki warna seindah Cendrawasih Kuning Kecil, ia memiliki tarian yang indah sekali. Burung ini hidup di hutan pegunungan tinggi di wilayah kepala burung (vogelkop) dari Provinsi Papua Barat. Berbeda dengan manusia, dalam dunia perburungan, burung jantanlah yang berdansa. Tariannya mirip seorang penari balet. Oleh karena itu, para pengamat burung ini sering menyebutnya ballerina bird. Sebelum berdansa, tanah tempat ia berdansa akan dibersihkannya terlebih dahulu dari ranting, dan daun-daun yang gugur. Setelah itu, ia akan memanggil para burung Western Parotia betina untuk datang ke lokasi dansa. Ketika mereka telah datang dan berkenan untuk menonton pergelaran tari maka ia akan berdansa.

Masih di wilayah Raja Ampat, ada spesies Cendrawasih Botak (Wilson's Bird of Paradise). Burung ini ukuran badannya kecil sekali dibandingkan saudara-saudaranya yang lain.
Wilson's Bird of Paradise (Diphyllodes respublica)
Burung Cendrawasih Botak dari Pulau Waigeo Raja Ampat


Long-tailed Paradigala (Paradigala Ekor-panjang) - burung ini memiliki sebaran yang sangat terbatas yakni di kawasan hutan pegunungan tinggi dari Pegunungan Arfak. Oleh karena itu, burung surga tersebut sulit untuk dilihat orang kecuali jika ia sedang beruntung. Secara pribadi, setelah menjalankan profesi sebagai tourist guide selama 10 tahun baru pertama kali itulah saya melihat burung Long-tailed Paradigala di tempat ditaruhnya buah merah. 
Wisata nonton burung surga di Papua Barat
Long-tailed Paradigala
Magnificent Bird of Paradise (Diphyllodes magnificus) hidup di daerah transisi hutan pegunungan rendah ke pegunungan tinggi.  Ada beberapa lokasi yang bisa dikunjungi wisatawan untuk mengamati burung ini. Beberapa di antaranya adalah Hutan Ayapokiar dan Fef di Pegunungan Tambrauw, serta Hutan Soyti di Pegunungan Arfak. Di hutan Andaer Kampung Ayapokiar Pegunungan Tambrauw, lokasi pengamatan burung Magnificent Bird of Paradise hanya berjarak 50 meter dari lokasi pengamatan burung Lesser Birds of Paradise. Oleh karena itu, wisatawan pengamat burung sangat dianjurkan untuk berkunjung ke sana. 
Magnificent Bird of Paradise (Cicinnurus magnificus)
Magnificent Bird of Paradise di Hutan Andaer
Pegunungan Tambrauw, Papua Barat

Burung Magnificent Bird of Paradise atau Cendrawasih Belah Rotan
Magnificent Bird of Paradise

Magnificent Riflebird (Toowa cemerlang)
Burung Toowa Cemerlang atau
Magnificent Riflebird

Magnificent Riflebird atau Toowa Cemerlang di Hutan Malagufuk, lembah Klasow, Kabupaten Sorong
Toowa Cemerlang atau
Magnificent Riflebird di hutan hujan tropis Papua

Magnificent Riflebird (Ptilinoris magnificus) hidup di hutan dataran dan pegunungan rendah. Dalam bahasa Indonesia, burung ini disebut Toowa Cemerlang. Bulunya hitam dan dadanya ada semacam perisai biru gelap yang berkilau ketika terkena cahaya. Jika sang jantan berdansa untuk memikat betina, polanya berdansa mirip seorang pemandu sorak (cheerleader) di sebuah pertandingan olah raga. Ditulis oleh Charles Roring WA: +6281332245180

Baca juga: 
Cendrawasih Merah

Untuk mendukung kelangsungan website ini, Anda bisa membeli beberapa merchandise yang bergambar Cendrawasih. Silahkan klik foto-foto berikut:



Burung Cendrawasih dari Papua
Tas bergambar Cendrawasih

Ada juga produk-produk lain di website ini: Alam Lestari.

Saturday, September 5, 2020

Kumkum

Kumkum adalah nama yang dipakai oleh masyarakat di Tanah Papua untuk burung Pinon Imperial Pigeon (Ducula pinon) dan sejenisnya. Burung ini memiliki fungsi yang penting sekali dalam ekosistem hutan hujan tropis sebagai penyebar biji-bijian. Masih sebangsa dengan burung merpati, burung kumkum sering dijadikan simbol untuk pengungkapan cinta sejati, dan kesetiaan.
Sebenarnya burung-burung yang sejenis dengan kumkum tetapi dengan ukuran tubuh dan warna yang berbeda di seluruh Tanah Papua dan pulau-pulau satelit di sekitarnya ada banyak. Keluarga pigeons dan doves ada sekitar 52 spesies di daerah ini. Beberapa di antaranya (dalam Bahasa Inggris) adalah sebagai berikut:
Kumkum Kelabu Papua
Pinon Imperial Pigeon - foto: Charles Roring

Kumkum Kelabu
Pinon Imperial Pigeon (Ducula pinon) di Bukit Aiwatar Kabupaten Tambrauw- Foto oleh Wim Boyden
Pinon Imperial Pigeon - warnanya abu-abu dan hidup di hutan dataran dan pegunungan rendah di Tanah Papua. Makanannya adalah buah-buahan yang ada di hutan. Masyarakat suka berburu burung kumkum karena dagingnya yang cukup lezat. Burung Kumkum Kelabu atau Pergam Papua  kadang terlihat berpasangan di dahan-dahan pohon. Namun demikian burung ini sering berkumpul dalam kelompok besar ketika sedang makan  di sebuah pohon yang berbuah lebat. Ciri khas utamanya adalah adanya gari putih di ekor serta mata yang berwarna merah.
Burung kumkum laut dari Raja Ampat
Spice Imperial Pigeon

Spice Imperial Pigeon - sekilas bentuk dan warna burung ini mirip dengan Pinon Imperial Pigeon. Tetapi burung ini memiliki knob di atas paruhnya. Burung Spice Imperial Pigeon (Ducula myristicivora) mudah dilihat di pulau-pulau kecil yang ada di Kepulauan Raja Ampat.
Kumkum Putih di Raja Ampat
Pied Imperial Pigeon di Waigeo

Pied Imperial Pigeon (Ducula bicolor)- saya sering melihat burung ini ketika bepergian ketika berada di Pulau Waigeo di Raja Ampat. Mereka sering makan buah di pepohonan di pinggir pantai dalam jumlah besar. Burung ini disebut juga Pergam Laut warnanya putih dengan tepian sayap berwarna hitam. Lokasi yang gampang dicapai untuk melihat burung ini adalah di Pantai Warduwer di sebelah selatan Waigeo.
Mountain Fruit Dove
Mountain Fruit Dove

Mountain Fruit Dove - saya memotret burung di atas ketika berada di Pegunungan Arfak. Thane K. Pratt dan Beehler et al dalam buku Birds of New Guinea atas pertimbangan ilmiah tertentu memisahkan spesies ini dengan White-bibbed Fruit Dove. 
Wisata Pengamatan Burung di Papua Barat
Brown Cuckoo Dove di Raja Ampat
Brown Cuckoo Dove - Kalau kita berjalan lebih jauh ke dalam hutan, burung ini akan kita jumpai. Burung ini bisa dijumpai di Kawasan Hutan Dataran hingga Pegunungan Rendah bahkan sampai di kawasan transisi ke hutan Pegunungan Tinggi terutama saat musim buah. Dalam buku Birds of New Guinea: including Bismark Archipelago and Bougainville karya Phil Gregory, spesies burung ini telah dipecah menjadi beberapa spesies sesuai dengan lokasi habitatnya di pulau-pulau yang berbeda. Sebagian orang mengatakan pemisahan (split) species burung tersebut agak dipaksakan.
Wisata Pengamatan Burung di Hutan Pegunungan Tambrauw
Great Cuckoo Dove - Foto: Wim Boyden
Great Cuckoo Dove (Reinwardtoena reinwardti) hidup di sebagian besar wilayah hutan Papua termasuk pulau-pulau di sekitarnya. Di dahan pohon yang sedang berbuah di pinggir sungai dan bahkan di pinggir laut, saya kerap melihatnya.
Cinnamon Ground Dove
Cinnamon Ground Dove di Pegunungan Arfak
Cinnamon Ground Dove (Gallicolumba rufigula) - Burung ini menurut IUCN masuk dalam status Least Concern, artinya populasinya cukup banyak. Namun demikian, burung ini tergolong sulit untuk dilihat dan dipotret oleh para wisatawan pengamat burung. Warna bulu yang coklat mirip tanah di punggung dan kepala menjadikannya agak sulit untuk dipotret. Foto di atas saya buat ketika memandu seorang wisatawan Amerika Serikat di hutan Gunung Soyti di Pegunungan Arfak.
Wompoo Fruit Dove - Burung ini termasuk yang paling indah warnanya dalam keluarga pigeon dan dove. Foto di atas saya ambil saat berada di hutan Tambrauw. Burung ini bersarang di dahan pohon yang cukup rendah dari tanah namun masih terlindung oleh dedaunan dan ranting-ranting. Saya berhasil mendapat celah untuk memotretnya dengan baik. Sarang yang relatif kecil dibandingkan tubuhnya nampak rentan terhadap serangan predator. Demikian pula, jika terjadi angin kencang, dahan bisa bergoyang kuat. Induk burung tetap setia mengerami telurnya.
Wompoo Fruit Dove
Wompoo Fruit Dove di Pegunungan Tambrauw
Salah satu hal yang membuat saya kagum dengan burung kumkum adalah kemampuan mereka untuk terbang cepat sekali menembus celah-celah dahan dan ranting pohon tanpa menabraknya.

Untuk sementara ini dulu ulasan saya tentang burung-burung dalam keluarga kumkum. Nanti saya tambah lagi di lain waktu. Ditulis oleh: Charles Roring

Baca juga:






Tuesday, September 1, 2020

Kisah 5 Wisatawan Belanda Naik Kapal Perintis ke Tambrauw

Salah satu cara murah untuk menikmati keindahan pesisir pantai Tambrauw adalah dengan naik kapal perintis. Saya pernah memandu wisatawan Belanda melihat kampung-kampung di pesisir pantai utara Tambrauw dengan naik KM Kasuari Pasifik 3. Sebelum berlayar, kami berbelanja bahan makanan terlebih dahulu di supermarket di Manokwari. Kami meninggalkan Pelabuhan Manokwari di sore hari. Sang nakhoda berbaik hati mengizinkan kamarnya untuk disewa oleh wisatawan yang jumlahnya 5 orang dari Negeri Belanda.
Sefa international in West Papua
Wisatawan Belanda di KM Kasuari Pasifik 3
Kapal tersebut singgah di Saukorem, Imbuan, Waibem, Wau, Warmandi, Saubeba, Kwor, Opmare, Werur, Sausapor, lalu ke Sorong.
Kapal tersebut menghabiskan waktu selama 2 - 3 jam di setiap persinggahan untuk menurunkan serta menaikkan barang dan penumpang. Umumnya kapal tidak sandar di pelabuhan tapi hanya berlabuh di laut. Wisatawan dan penumpang boleh turun ke darat dengan perahu-perahu motor milik warga kampung yang merapat di samping lambung kapal. ABK akan menurunkan tangga kapal untuk memudahkan naik- turunnya penumpang dan barang.
Wisatawan bisa memanfaatkan waktu kosong tersebut untuk keliling kampung, mandi di pantai, mancing ikan di buritan kapal atau memotret keindahan alam yang ada di daerah itu.
Traveling by ship along the northern coast of Papua Barat
Wisatawan Belanda mencoba rasa pinang

Kapal Kasuari Pasifik III yang membawa kami dengan ratusan penumpang lainnya tersebut ternyata sangat besar manfaatnya dalam meningkatkan putaran ekonomi di kampung-kampung pesisir Tambrauw. Rata-rata masyarakat membawa hasil bumi berupa pisang, kelapa, bijih kakao untuk dijual di kota Sorong. Ada yang menjualnya juga ke ABK untuk kemudian dijual lagi ke kota Sorong.
Warga masyarakat di pantai Saubeba dengan pisang dan kelapa sedang menunggu perahu motor untuk dimuat ke kapal.

Naik kapal perintis di Papua Barat
Wisatawan Belanda bersama para guru yang diperbantukan oleh pemerintah ke sekolah-sekolah di Kabupaten Tambrauw

Pegawai pemerintah, guru, mahasiswa juga memanfaatkan kapal tersebut. Harga tiket per orang dari Manokwari ke Sausapor sangatlah murah yaitu Rp. 50,000. Mungkin harganya telah naik sekarang, tetapi saya yakin bahwa hal tersebut masih terjangkau bagi masyarakat umum.

Berwisata ke Tambrauw di Papua Barat, wisatawan membeli hiasan manik-manik ikat kepala dan tas anyaman buatan seorang Mama Papua
Wisatawan Belanda sedang berpose bersama seniman Papua yang membuat hiasan manik-manik ikat kepala dan tas anyaman yang dikenakannya.

Selama berada dalam perjalanan, masyarakat dan ABK memperlakukan wisatawan dengan ramah. Wisatawan dan para penumpang lainnya saling berbagi bahan makanan, berbagi cerita dan berfoto bersama.
KM Kasuari Pasifik 3 memang bukan kapal mewah. Namun demikian kapalnya lumayan bersih ketika kami menaikinya.
KM. Kasuari Pasifik 3 yang sarat dengan muatan kelapa dan pisang untuk dijual ke Sorong

Setelah menikmati keindahan alam dan keramahan masyarakat Tambrauw, kami melanjutkan perjalanan ke Sorong dengan menaiki kapal penumpang kecil. Ini adalah pengalaman wisata yang indah dan murah serta bisa dinikmati oleh siapa saja yang berminat untuk liburan ke Tambrauw.
Semoga Pandemi Covid-19 ini segera berlalu sehingga aktivitas wisata bisa pulih kembali. Ditulis oleh Charles Roring

Baca juga:

Video tentang wisata nonton burung dan satwa liar di Tambrauw: