Industri pesawat dunia saat ini masih dikuasai oleh dua perusahaan besar yakni Boeing dari Amerika Serikat, dan Airbus dari Eropa. Kedua perusahaan itu membuat pesawat dalam berbagai jenis dan ukuran. Namun demikian tipe A320 family dan Boeing 737 series adalah yang paling laris di pasaran. Mereka terus mengembangkan pesawat-pesawat tersebut agar lebih ringan, kuat, aman, cepat serta hemat bahan bakar.
Jet Regional
Pesawat-pesawat jet regional Embraer ERJ Family, Bombardier CRJ 1000 seperti yang dioperasikan oleh Garuda Indonesia atau Airbus A220 terus bersaing ketat dalam merebut pasar. Sukhoi Superjet 100 yang diharapkan Russia bisa mengangkat industri penerbangan mereka dari keterpurukan ternyata tidak terlalu berhasil di pasar Eropa dan Amerika karena pihak Sukhoi sebagai pabrik pembuatnya tidak menyiapkan dukungan logistik untuk suku cadang serta fasilitas MRO yang memadai. Masih perlu waktu bagi mereka unuk menyiapkan semua itu. Bombardier C series yang kemudian dipasarkan oleh pihak Airbus memiliki prospek yang baik karena konsumsi bahan bakarnya lebih efisien namun pesawat ini memiliki kompetitor yang tangguh yakni Embraer E-jet family.
Turboprop
ATR 72-600 seperti yang dioperasikan oleh Wings Air memiliki efisiensi bahan bakar yang baik sekali. Kompetitor utamanya adalah De Havilland Canada DHC-8. Untuk pesawat dengan ukuran yang lebih kecil, Beechcraft Super King Air, Let L-410 NG dan DHC-6 Twin Otter tetap menjadi produk favorit. Sedangkan untuk pesawat bermesin tunggal Cessna 208 Caravan dan Pilatus PC-12 masih menjadi pilihan maskapai penerbangan kecil atau organisasi pemerintah khususnya untuk melayani masyarakat di daerah terpencil.
Pesawat Airbus A320 family milik Air Asia di bandara Sultan Hasanuddin Makassar |
Pesawat-pesawat jet regional Embraer ERJ Family, Bombardier CRJ 1000 seperti yang dioperasikan oleh Garuda Indonesia atau Airbus A220 terus bersaing ketat dalam merebut pasar. Sukhoi Superjet 100 yang diharapkan Russia bisa mengangkat industri penerbangan mereka dari keterpurukan ternyata tidak terlalu berhasil di pasar Eropa dan Amerika karena pihak Sukhoi sebagai pabrik pembuatnya tidak menyiapkan dukungan logistik untuk suku cadang serta fasilitas MRO yang memadai. Masih perlu waktu bagi mereka unuk menyiapkan semua itu. Bombardier C series yang kemudian dipasarkan oleh pihak Airbus memiliki prospek yang baik karena konsumsi bahan bakarnya lebih efisien namun pesawat ini memiliki kompetitor yang tangguh yakni Embraer E-jet family.
Turboprop
ATR 72-600 seperti yang dioperasikan oleh Wings Air memiliki efisiensi bahan bakar yang baik sekali. Kompetitor utamanya adalah De Havilland Canada DHC-8. Untuk pesawat dengan ukuran yang lebih kecil, Beechcraft Super King Air, Let L-410 NG dan DHC-6 Twin Otter tetap menjadi produk favorit. Sedangkan untuk pesawat bermesin tunggal Cessna 208 Caravan dan Pilatus PC-12 masih menjadi pilihan maskapai penerbangan kecil atau organisasi pemerintah khususnya untuk melayani masyarakat di daerah terpencil.
Pesawat jet regional CRJ 1000 milik Garuda Indonesia di Bandara DEO, Sorong |
Nampaknya, duopoli ini tidak akan selamanya berlaku demikian. China dan Russia sedang berusaha untuk meluncurkan pesawat terbang mereka masing-masing yakni C919 dan MC-21. Kedua tipe pesawat ini memiliki spesifikasi yang dapat dibandingkan dengan Airbus A320neo dan Boeing 737 Max.
Mungkin MC-21 buatan Irkut Russia dan C919 buatan COMAC China belum bisa secara langsung merebut pasar global yang dikuasai oleh Airbus A320 dan Boeing 737. Setidaknya Russia dan China bisa mengurangi ketergantungan mereka untuk keperluan domestik pada pesawat buatan Amerika dan Eropa.
Sebenarnya baik Irkut maupun COMAC berusaha untuk membuat pesawat terbang yang secara teknis memiliki keunggulan teknologi sehingga bisa bersaing di pasar global.MC-21
Irkut membuat sayap pesawat yang terbuat dari bahan serat karbon komposite, sehingga lebih ringan dan hemat bahan bakar. Teknik pembuatan sayapnya menggunakan infusi resin ke dalam serat karbon out of autoclave.
Meskipun pada awalnya MC-21 akan ditenagai oleh mesin jet Pratt & Whitney PW1400G, pada saat yang bersamaan Russia sedang mengembangkan mesin jet PD-14 buatan Aviadvigatel dari UEC. Menurut website UEC, mesin jet PD-14 memiliki efisiensi bahan bakar 10-15 % lebih baik dibandingkan mesin buatan mereka sebelumnya yakni PS-90A yang dipakai sebagai tenaga pendorong utama Tu-204 dan IL-96.
Russia cukup percaya diri dengan mesin jet buatan mereka. Mesin jet generasi terbaru dari perusahaan kongsi General Electric Amerika Serikat dan Safran Prancis dalam perusahaan CFM Internasional adalah Leap Engine. Mesin jet tersebut memiliki bypass ratio 11: 1 yang adalah lebih tinggi dari pada PD-14. Selain itu pula bagian-bagian mesin Leap yang temperaturnya tinggi sekali telah dilapisi oleh material tahan panas CMC (Ceramic Matrix Composite).
Pihak Aviadvigatel sendiri belum menggunakan CMC dalam PD-14 tetapi menerapkan teknologi lain agar mesin jet mereka tahan pada suhu tinggi. Beberapa inovasi dalam mesin jet PD-14 adalah penggunaan paduan titanium dalam fan-blade yang berongga. Hal ini memungkinkan fan-bladenya ringan dan kuat. Di samping itu juga, sudu-sudu turbin bertekanan dan bersuhu tinggi pada PD-14 menggunakan material super-alloy monokristalin dan diberi lubang ventilasi hingga menjadi tahan panas. Russia masih harus mengurus sertifikasi dari EASA agar produk pesawat MC-21 maupun mesin jet PD-14 aman untuk dipasarkan ke berbagai maskapai penerbangan sipil di dunia.
C919
Meskipun pada awalnya MC-21 akan ditenagai oleh mesin jet Pratt & Whitney PW1400G, pada saat yang bersamaan Russia sedang mengembangkan mesin jet PD-14 buatan Aviadvigatel dari UEC. Menurut website UEC, mesin jet PD-14 memiliki efisiensi bahan bakar 10-15 % lebih baik dibandingkan mesin buatan mereka sebelumnya yakni PS-90A yang dipakai sebagai tenaga pendorong utama Tu-204 dan IL-96.
Russia cukup percaya diri dengan mesin jet buatan mereka. Mesin jet generasi terbaru dari perusahaan kongsi General Electric Amerika Serikat dan Safran Prancis dalam perusahaan CFM Internasional adalah Leap Engine. Mesin jet tersebut memiliki bypass ratio 11: 1 yang adalah lebih tinggi dari pada PD-14. Selain itu pula bagian-bagian mesin Leap yang temperaturnya tinggi sekali telah dilapisi oleh material tahan panas CMC (Ceramic Matrix Composite).
Pihak Aviadvigatel sendiri belum menggunakan CMC dalam PD-14 tetapi menerapkan teknologi lain agar mesin jet mereka tahan pada suhu tinggi. Beberapa inovasi dalam mesin jet PD-14 adalah penggunaan paduan titanium dalam fan-blade yang berongga. Hal ini memungkinkan fan-bladenya ringan dan kuat. Di samping itu juga, sudu-sudu turbin bertekanan dan bersuhu tinggi pada PD-14 menggunakan material super-alloy monokristalin dan diberi lubang ventilasi hingga menjadi tahan panas. Russia masih harus mengurus sertifikasi dari EASA agar produk pesawat MC-21 maupun mesin jet PD-14 aman untuk dipasarkan ke berbagai maskapai penerbangan sipil di dunia.
C919
Pihak China juga sedang berupaya keras untuk mengembangkan mesin CJ-1000AX. Karena mesin jet ini belum benar-benar siap, pada tahap awal pesawat C919 akan digerakkan oleh mesin jet CFM International Leap-1C.
China dan Russia sedang bekerja sama untuk membuat pesawat berbadan lebar CR929. Russia setelah berhasil membuat enjin jet PD-14, mereka lagi mengembangkan enjin jet PD-35 untuk pesawat CR929 tersebut.
Semoga keberadaan pesawat-pesawat baru ini bisa membuat dunia penerbangan semakin aman, cepat, terjangkau harganya serta ramah terhadap lingkungan hidup.
China dan Russia sedang bekerja sama untuk membuat pesawat berbadan lebar CR929. Russia setelah berhasil membuat enjin jet PD-14, mereka lagi mengembangkan enjin jet PD-35 untuk pesawat CR929 tersebut.
Semoga keberadaan pesawat-pesawat baru ini bisa membuat dunia penerbangan semakin aman, cepat, terjangkau harganya serta ramah terhadap lingkungan hidup.
No comments:
Post a Comment