Pages

Wednesday, November 21, 2012

Gadis Jepang dan Candi Borobudur

Aku dan teman-teman sedang asyik berpotret ria di lantai atas. Suasana di sekeliling kami ramai sekali dengan wisatawan lokal maupun mancanegara. Sejenak aku memalingkan pandangan ke arah belakang. 
Seorang gadis Jepang melangkah perlahan mendekati stupa terbesar yang berdiri kokoh di tengah candi. Gadis itu cantik sekali. Setelah berhenti, ditutupinya kedua tangannya. Beberapa saat berdiri di hadapan stupa itu, ia lalu menundukan kepala dan menutup mata. Hanyut dalam keheningan, penziarahan, dan kesunyiannya sendiri di tengah-tengah keramaian para pelancong yang sedang tertawa, dan bergantian memotret diri di atas candi. Tak lama kemudian, dia membuka matanya dan mengangkat kepalanya kembali. Merasa diperhatikan, dia lalu melihat ke arahku. Iapun tersenyum padaku.
Candi Borobudur - di Indonesia
Candi Borobudur
Diambilnya sebuah kamera dari sakunya dan disodorkannya padaku. Aku paham keinginannya. Dia pun berbalik membelakangi stupa. Aku berjalan mencari posisi yang pas untuk memotretnya. Setelah menekan tombol shutter, aku menyerahkan kamera itu kembali padanya. "Thank you," ucapnya. Kemudian ia berjalan lagi mengitari jejeran stupa yang ada. Dan aku bergabung lagi dengan teman-temanku.
sun and stupas of Borobudur temple
Siluet stupa dan cahaya matahari
Dalam hati, aku tersadar bahwa kami semua yang ramai di lantai atas candi, sebenarnya sedang berada di tempat suci agama Buddha. Aku dan kawan-kawan serta wisatawan lain yang ada di situ seharusnya lebih peka dalam menjaga ketenangan di Candi Borobudur itu. 
oleh Charles Roring

Wednesday, November 14, 2012

Cenderamata dari Manokwari

Wisatawan Rusia sedang melihat-lihat ukir-ukiran kayu karya seniman Papua Niko Asaribab di Manokwari. Souvenir ini sangat laku dibeli oleh wisatawan asing dari Eropa, Amerika dan Australia.
Wisatawan yang telah menghabiskan waktu selama beberapa hari berkeliling hutan dan pulau-pulau di Manokwari tentu tidak akan melewatkan kesempatan untuk berbelanja cinderamata buat sahabat, keluarga atau teman kantor. Cinderamata atau souvenir yang dijual di kota Manokwari diproduksi oleh beberapa seniman Papua dan bisa langsung dibeli di rumah mereka. Berikut ini adalah nama para seniman yang bisa dikunjungi oleh turis-turis:
  • Lucky Kaikatui - seniman ini belajar di Institut Kesenian Jakarta. Lukisan yang dihasilkannya berukuran besar dan cocok bagi wisatawan yang benar-benar ingin mengoleksi lukisan Papua yang berkualitas. Media yang digunakan adalah cat minyak di atas kanvas. Lucky Kaikatui tinggal di Jalan Brawijaya, belakang SMP Katholik Manokwari.
  • Marice Fonataba - Perempuan Papua yang satu ini ahli dalam membuat kain tenun katun, gelang serta tas yang terbuat dari anyaman daun tikar. Ibu Marice Fontataba juga memproduksi kalung dan ikat kepala yang terbuat dari manik-manik. Salah satu produk yang sangat sumit pembuatannya adalah sireo atau rok yang terbuat dari manik-manik dan hanya dikenakan oleh para gadis Serui dalam upacara adat atau penyambutan orang-orang penting yang berkunjung ke kampung. Alamatnya adalah di kompleks Missi, belakang Gereja Katholik St. Agustinus, Jl. Brawijaya. Warga biasa memanggilnya Mama Fatie.
  • Joseph Awom - Seniman yang bertubuh tinggi ini tinggal di Jalan Merdeka tepatnya di samping toko Suri Bakery. Keahlian beliau adalah membuat ukir-ukiran yang terbuat dari kayu. Kualitas karya seni yang dibuatnya bagus dan halus sehingga layak untuk dibeli. Patung dan relief yang terbuat dari kayu yang beliau buat banyak yang dikoleksi oleh wisatawan asing terutama yang datang dari Rusia, Amerika Serikat, dan Belanda. 
  • Niko Asaribab - Seniman ukir yang prolifik ini dalam membuat berbagai ukir-ukiran selalu bertemakan budaya Papua. Patung korwar yang diukirnya dulu merupakan bagian identitas budaya masyarakat Biak Numfor. Karya-karyanya bisa dilihat di rumahnya di dekat Pelabuhan Anggrem Manokwari. 
  • Bert Suruan - Seniman Papua ini membuat lukisan-lukisan yang bertemakan kehidupan asli masyarakat Papua yang masih tradisional. Media yang digunakannya adalah cat air di atas kertas. Rumahnya tepat di belakang rumah bapak Niko Asaribab yang telah saya sebutkan di atas. Lukisan-lukisan Bert Suruan juga telah dikoleksi oleh sejumlah wisatawan asing yang berasal dari Eropa. 
  • Ester Kereway - Seniman yang biasa dipanggil Mama Rambut Putih rajin memproduksi souvenir yang dibuat dari limbah kerang-kerangan yang telah dikonsumsi dagingnya. Souvenir buatannya tersebut cocok sekali sebagai cinderamata untuk acara pernikahan. Ibu Kereway adalah salah satu seniman senior di Manokwari yang telah memamerkan produk kerajinan tangannya hingga ke beberapa negara di luar negeri.
Untuk info selengkapnya tentang Seniman Manokwari, silahkan download brosur berikut:

Bila Anda adalah salah satu calon wisatawan yang hendak berkunjung di Manokwari, jangan lupa untuk mengunjungi seniman-seniman Papua yang telah saya sebutkan tersebut dan membeli karya seni yang mereka buat. Setiap pembelian souvenir yang Anda lakukan telah secara langsung membantu upaya kami untuk melestarikan budaya Papua. oleh Charles Roring/ E-mai: peace4wp@gmail.com


Sunday, November 11, 2012

Wisata Alam di Sungai Dopi

Bersama Wisatawan Eropa tur keliling hutan hujan tropis Papua Barat
Wisatawan Eropa berkemah di hutan Papua


Pemandangan alam yang indah di Sungai Dopi merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan asing. Sudah beberapa kali saya ke sana bersama-sama dengan turis Belanda, Amerika Serikat, Belgia dan Inggris, Serta Prancis. Kami berjalan kaki dari daerah pinggiran kota Manokwari selama dua jam untuk mencapai sungai itu. Ada sebuah tenda sederhana yang telah dibangun oleh para pemburu khusus untuk wisatawan yang mau menginap di hutan selama beberapa hari. Hutan hujan tropis yang tumbuh di kedua sisi Sungai Dopi memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi sekali. Ada beberapa spesies burung yang suka diamati oleh wisatawan, di antaranya adalah kakaktua raja, kakaktua jambul sulfur, f taun-taun dan burung cendrawasih/ burung surga. Spesies Cendrawasih yang paling sering dilihat di sana adalah Paradisaea minor. Warna bulunya adalah kombinasi coklat, hijau, kuning, dan putih. Dalam pengembangan program ekowisata di Kabupaten Manokwari ini, sengaja saya libatkan para pemburu untuk memberikan alternatif pekerjaan kepada mereka agar burung-burung surga dan satwa liar yang dilindungi tersebut tidak diburu lagi.

Hutan hujan tropis Papua Barat
Hutan Sungai Dopi
Di samping burung surga, hutan hujan tropis di sungai Dopi memiliki sejumlah species bunga yang indah warnanya, antara lain: anggrek tanah (Spathoglottis plicata) dan bunga glory vine (Faradaya splendida). Bunga glory vine biasanya tumbuh di tepi sungai karena tumbuhan ini memerlukan air yang banyak. Bunga ini harum sekali baunya. Selain itu penampilan bunga glory vine cukup indah dipandang mata. Setiap wisatawan yang lewat di dekat bunga itu akan berhenti sejenak untuk menciumi keharumannya. 
Waktu yang terbaik untuk menikmati wisata alam di Sungai Dopi adalah antara bulan Maret hingga September. Cuaca pada saat itu tergolong baik. Wisatawan yang hendak berkunjung ke Sungai Dopi harus mengenakan pakaian yang mudah menyerap keringat. T-shirt yang terbuat dari kain kapas merupakan pilihan yang tepat. 
Di malam hari suasana sekitar hutan cukup "menyeramkan" bagi pelancong yang baru pertama kali berkemah di dalam hutan belantara. Namun, di mata para pencinta alam, suasana malam di hutan belantara merupakan hal yang begitu romantis. Jauh dari keramaian kota, para pelancong bisa melihat ribuan langit yang bertaburan bintang di angkasa, dan suara jangkrik yang bersahut-sahutan diiringi gemericik air sungai. 
Sebagai penerangan, saya telah menyiapkan beberapa buah rechargeable lamps. Selain itu, api unggun dibuat pula di pinggir kemah untuk mengusir nyamuk. Peralatan memasak dan makan seperti kuali, spatula, sendok, garpu, gelas dan piring telah kami siapkan di perkemahan sehingga wisatawan tidak perlu membelinya di kota. 
Jika Anda tertarik untuk berkemah beberapa malam di tepi Sungai Dopi, silahkan menghubungi saya, Charles Roring dengan e-mail: peace4wp@gmail.com untuk membantu merencanakan perjalanan Anda ke sana.

Saturday, November 10, 2012

Eat Pay Leave Ubud


Enjoying Chinese noodle soup in Ubud
Chinese food in Bali
Ada banyak cafe dan restoran di jalan-jalan Ubud. Menu yang ditawarkan sangat beragam mulai dari makanan khas Bali hingga steak ala Amerika atau juga Chinese food. Di musim liburan akhir tahun seperti sekarang ini, setiap kali jam makan tiba, rumah-rumah makan itu dipenuhi wisatawan. 
Di suatu siang, setelah menghabiskan waktu lima jam melihat lukisan dan keris di Neka Art Museum, saya merasa lapar sekali. Maklum saja saya ini orangnya suka sama seni. Oleh karena itu pagi-pagi sekali saya sudah berada di Museum Neka. Tentu tempat yang saya cari adalah rumah makan. Untung saja di depan Neka Art Museum ada sebuah rumah makan yang kelihatannya menyajikan menu yang lezat-lezat.
Tanpa menunggu lama, saya pun masuk. Es teh yang pertama kali disajikan sesuai permintaan saya. Makanannya menyusul lima menit kemudian. Di samping saya terdengar wisatawan Perancis sedang bercakap-cakap sedangkan di ruang sebelah banyak turis Australia. Suasana makan siang saya pada saat itu ramai sekali.
Saat lagi menikmati hidangan makan siang, tiba-tiba telpon saya berdering. Nomor yang muncul di layar tidak saya kenal. Saat saya membuka percakapan, dengan kata "halo," suara di seberang sana ternyata adalah orang asing. Kata-katanya tidak bisa saya cerna dengan baik karena suasana di rumah makan itu ribut sekali. Saya jelaskan pada si penelpon bahwa saya akan menelponnya lagi beberapa saat kemudian setelah selesai makan. 
Setelah pembicaraan ditelpon berhenti, saya tidak bisa sepenuhnya menikmati hidangan yang ada di meja karena masih penasaran dengan apa yang hendak dikatakan oleh si bule yang menelpon saya itu. Karena masih harus melanjutkan pembicaraan telpon,  segera saya tinggalkan rumah makan itu.  Istilah populernya Eat Pay Leave.
Ternyata perempuan bule asal Polandia yang menelpon saya tadi meminta saya untuk mengantarnya trekking di Pegunungan Arfak Papua. Sayang sekali permintaan itu tidak bisa saya penuhi karena masih berada di Bali. Namun demikian, saya tetap membantunya dengan mengatur perjalanannya di Papua. Teman saya yang bernama Hans yang akhirnya mengantar bule itu dan dua temannya ke Danau Anggi sedangkan saya sendiri tetap melanjutkan lagi perjalanan saya keliling Bali. oleh Charles Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com